Penemuan Penting Peradaban Manusia Jutaan Tahun Lalu.
Pondok berusia 1,7 juta tahun
Jejak manusia modern berusia 3,6 juta tahun
Seorang Homo sapiens kecil bertelanjang kaki mungkin telah membuatnya... Dari semua ciri morfologi yang teramati, kaki orang yang membuat jejak tidak berbeda dengan kaki manusia modern.Penelitian tak berpihak tentang jejak-jejak kaki itu mengungkapkan pemilik sebenarnya. Dalam kenyataan, jejak-jejak itu terdiri atas 20 jejak membatu seorang manusia modern berusia 10 tahun dan 27 jejak seorang yang lebih muda. Mereka jelas-jelas manusia modern seperti kita.
Situasi ini menjadikan jejak kaki Laetoli sebagai bahan perbincangan selama bertahun-tahun. Para pakar paleoantropologi evolusionis berupaya keras memikirkan sebuah penjelasan karena mereka sulit menerima kenyataan bahwa manusia modern telah berjalan di muka Bumi 3,6 juta tahun silam. Pada tahun 1990-an, “penjelasan” ini mulai terbentuk. Evolusionis memutuskan bahwa jejak kaki ini tentunya ditinggalkan oleh Australopithecus, sebab menurut teori mereka, mustahil spesies homo ada 3,6 juta tahun silam. Akan tetapi, dalam karangannya di tahun 1990, Russell H. Tuttle menulis: Singkatnya, jejak kaki berusia 3,5 juta tahun di situs G Laetoli mirip jejak manusia modern yang biasa bertelanjang kaki. Tidak ada ciri-ciri yang menunjukkan bahwa hominid Laetoli berkemampuan bipedal yang kurang dari kita. Kalau saja jejak pada situs G ini tidak diketahui setua itu, kami akan langsung menyimpulkan bahwa jejak itu dibuat oleh anggota genus Homo ... Dalam hal ini, kita harus mengesampingkan anggapan lemah bahwa jejak Laetoli dibuat oleh jenis Lucy, yaitu Australopithecus aferensis.Dengan kata lain, jejak-jejak berumur 3,6 juta tahun ini tidak mungkin milik Australopithecus. Satu-satunya alasan mengapa jejak-jejak ini dianggap berasal darinya adalah karena berada pada lapisan vulkanik berumur 3,6 juta tahun. Jejak itu dianggap milik Australopithecus dengan asumsi bahwa manusia tidak mungkin ada pada zaman setua itu.
Tafsiran-tafsiran atas jejak Laetoli menunjukkan kepada kita suatu kenyataan yang sangat penting. Evolusionis mendukung teorinya tidak dengan menimbang temuan-temuan ilmiah, malah justru mengabaikannya. Di sini kita mendapati sebuah teori yang dibela membabi-buta, dan semua temuan yang meragukan teori itu diabaikan atau dipelintir demi mendukung teori. Singkatnya, teori evolusi bukan ilmu pengetahuan, tetapi dogma yang dijaga tetap hidup dengan mengabaikan ilmu pengetahuan.
Rahang Manusia Berumur 2,3 Juta Tahun
Contoh lain yang menunjukkan ketak-sahihan silsilah yang dikarang oleh para evolusionis: rahang manusia modern (Homo sapiens) berumur 2,3 juta tahun. Rahang yang diberi kode AL 666-1 ini digali di Hadar, Ethiopia. Terbitan-terbitan evolusionis mencoba mengurangi maknanya dengan merujuknya sebagai “temuan yang sangat mengejutkan.” (D. Johanson, BlakeEdgar, From Lucy to Language, h. 169)
Manusia hobbit
Sejumlah sanggahan baru, sebagaimana yang dilontarkan oleh para ilmuwan Indonesia, menegaskan bahwa Manusia Flores mungkin telah menderita penyakit syaraf yang dikenal sebagai microcephaly (kelainan berupa kepala yang berukuran kecil). Microcephaly sekunder memiliki banyak sekali penyebab, mulai dari infeksi virus selama kehamilan hingga luka atau kekurangan gizi ketika baru lahir. Spesimen-spesimen tersebut ditemukan di sebuah gua di suatu pulau. Siapakah yang bisa mengatakan bahwa pulau itu belum pernah dilanda wabah virus 18.000 tahun lalu yang menyebabkan berjangkitnya kelainan tersebut? Atau mungkin penghuni [pulau itu] telah terkena wabah itu di tempat lain di gugusan kepulauan Indonesia, dan telah diusir ke Flores karena penampakan mereka yang aneh.
Atau mungkin saja bahwa mereka yang mengidap microcephaly sekunder dapat bertahan hidup dan bahkan beranak pinak: kelainan itu tidak selalu harus dihubungkan dengan kecerdasan yang rendah. Sebenarnya, [tingkat kecerdasan] bukan dikarenakan ukuran otak yang kecil saja: penentu terpenting adalah jumlah bagian [otak yang berwarna] abu-abu. Karena bagian ini tidak terawetkan pada sisa-sisa peninggalan fosil, kita tidak memiliki gambaran apakah para "hobbit" tersebut cerdas, bodoh atau biasa saja. Apa yang jelas adalah bahwa para palaeontolog terlalu bernafsu mendasarkan klaim besar pada bukti yang sudah dipastikan sangat kurang. Ini adalah kecenderungan kuat yang tidak begitu membantu mereka di masa lalu.
Pengkajian lain oleh Henneberg yang mengungkap hasil mengejutkan tentang Manusia Flores adalah perhitungannya tentang tulang lengan depan (radius) yang ditemukan di dalam sebuah gua. Dari panjang tulangnya, yang ditetapkan sebagai 210 mm (8,3 inci), Henneberg menghitung bahwa pemiliknya bertinggi tubuh antara 151 dan 162 cm (4,9 - 5,3 kaki). Angka ini agak lebih besar daripada 1 meter (3 kaki) yang diduga merupakan ukuran tinggi Manusia Flores, dan masih dalam batas yang dianggap normal untuk manusia zaman sekarang. Henneberg mengumumkan kesimpulan yang ia capai sebagai hasil dari penelitian ini:
"Hingga tambahan tulang-tulang lain dari 'spesies baru' dugaan ini diketemukan, saya akan tetap menyatakan bahwa suatu kondisi yang sudah sangat dikenal yang diakibatkan oleh penyakitlah yang menjadi penyebab timbulnya penampakan khusus dari rangka tersebut."
====================================================================================
Silahkan berkomentar sobat-sobat ku, ^.^
Tapi jangan komentar hal-hal yang tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA ya.., hohoho...
Terima Kasih atas kunjungannya... ^0^!
====================================================================================